skip to Main Content

Menilik EOR yang Bisa Jadi Booster Peningkatan Produksi Migas Nasional

Ade Hapsari Lestarini • 17 November 2023 09:31

 

Jakarta: Pemerintah Indonesia memiliki target produksi minyak bumi nasional sebanyak satu juta barel per hari (bopd/barrel oil per day) pada 2030.

Demi mendorong terciptanya target tersebut, diperlukan dukungan dari semua pemangku kepentingan. Tantangan tersebut disebabkan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) masyarakat terus meningkat, bahkan telah mencapai 1,430 juta bopd.

Sementara lifting migas kini rata-rata 630 ribu bopd, bahkan terus turun hingga 590 ribu bopd. Sedangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 ditargetkan mencapai 660 ribu bopd.

Advertisement

Peningkatan harga minyak dunia membuat produksi minyak mentah dalam negeri menggelora. Saat ini harga minyak dunia berada di kisaran USD80-USD90 per barel setelah meningkat dalam beberapa tahun lalu sejak mencapai titik terendah pada 2020.

Harga Indonesian Crude Price (ICP) pada April 2020 tercatat di level USD20,77 per barel. Momentum kenaikan harga minyak bumi ini harus dimanfaatkan untuk melakukan upaya-upaya pengurasan cadangan yang lebih lanjut, yaitu enhanced oil recovery (EOR), di samping upaya eksplorasi untuk menemukan cadangan baru.
Apa itu EOR?

Melansir laman Pertamina, enhanced oil recovery atau EOR adalah metode perolehan minyak tahap lanjut dengan cara menambahkan energi berupa dari material atau fluida khusus yang tidak terdapat dalam reservoir minyak.

Pengalaman keberhasilan Indonesia dalam program EOR yang dilakukan di Lapangan Duri Riau (Duri Steam Flood) dan Lapangan Tanjung (Water Flood), di era 1990-an belum berlanjut dengan lapangan-lapangan lainnya di Indonesia.

“Padahal dengan penerapan full scale Duri Steam Flood saat itu dapat mengangkat tingkat produksi minyak nasional secara signifikan menjadi 1,6 juta barel per hari,” ungkap Sekjen Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) Elan Biantoro, dalam Luncheon Talk Aspermigas bertema ‘Masih Bisakah EOR Menjadi Andalan Peningkatan Produksi Migas Nasional’, dikutip Jumat, 17 November 2023.

EOR di Indonesia, mulai gencar dikembangkan kembali setelah keluarnya Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Instansi Pemerintah yang terkait seperti Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) dan SKK Migas terus mengkampanyekannya melalui workshop dan seminar. Bahkan Ditjen Migas pun melakukan Festival EOR pada akhir 2022. Namun, secara umum, hingga saat ini, perkembangan penerapan EOR di sumur-sumur tua terasa sangat lamban.

Meski Pemerintah telah mendorong untuk diterapkan dengan begitu massive dan berbagai teknologi EOR telah ditawarkan, pertumbuhan program penerapan EOR masih jauh dari harapan dan tampak terseok-seok. Banyak kendala yang timbul, baik dari sisi teknis, legal dan keuangan.
Kendala teknis tersebut berupa:

Pemilihan teknologi yang tepat untuk suatu sumur/lapangan dengan karakteristik reservoir dan geologi dari lapangan tersebut.

Infrastruktur yang tersedia.

Ketersediaan material.

Sumber Daya Manusia.

 

Sementara kendala legal/hukum dan regulasi yang muncul dan dihadapi adalah:

Perizinan.

Organisasi khusus yang fokus menangani EOR di dalam instansi pemerintah terkait (Ditjen Migas, SKK Migas) dan KKKS.

Kurangnya Law Enforcement Pemerintah kepada KKKS.

Kepastian kontrak bagi Kontraktor Pemilik Teknologi.

 

Sedangkan kendala di bidang fiskal dan keuangan antara lain:

Kebijakan cost recovery bagi EOR.

Insentif bagi KKKS, berupa profit split dan tax holiday.

Term of Payment yang win-win antara KKKS dan kontraktor pemilik teknologi.

Pembiayaan bagi pengelola wilayah kerja maupun Kontraktor pemilik teknologi.

Sedangkan di sisi logistik dan unsur penunjang, kendala yang dihadapi adalah pengadaan barang dan jasa. transportasi, dan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).

“Aspermigas berkomitmen mendukung program Pemerintah dalam peningkatan produksi minyak dan gas bumi. Salah satunya dengan mendorong dan menggalakkan program-program EOR yang selama belum memberikan kontribusi produksi signifikan seperti di era 90-an,” ujar Elan.
Kebijakan bagi investor hulu migas

Dirjen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menyampaikan, Kementerian ESDM telah menerbitkan berbagai kebijakan yang peluang investasi yang menarik bagi para investor khususnya hulu migas.
Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain:

Dibukanya dua opsi jenis kontrak KKKS yaitu format gross split dan format cost recovery.

Pembagian profit split yang lebih menarik mulai dari 80:20, bahkan sampai ada yang 50:50 bergantung risiko dan kompleksitas wilayah kerja.

Simplifikasi format KKKS gross split yang hanya terdiri dari tiga parameter.

Kebijakan pengelolaan hulu migas konvensional dan nonkonvensional dalam satu kontrak KKKS.

Kebijakan perpajakan.

Dorongan untuk melakukan kegiatan EOR bagi para KKKS existing pada masa perpanjangan kontraknya.

“Terkait kebijakan CCS/CCUS, Kementerian ESDM juga mengkolaborasikan dengan upaya EOR injeksi CO2, dan salah satu lapangan minyak yang bagus untuk penerapan EOR CO2 adalah Lapangan Sukowati di Bojonegroro Jawa Timur,” ungkap Tutuka.

Kepala Kelompok Kerja Perolehan Tahap Lanjut SKK Migas Arif Bagus Prasetyo mengatakan, butuh waktu 7-14 tahun dalam upaya kegiatan EOR mulai dari kajian/studi, pilot project hingga penerapan full scale untuk peningkatan produksi dari usaha EOR.

“Saat ini ada 20 lapangan migas top priority untuk kegiatan EOR dan semua upaya EOR masih dalam tahapan studi. Telah tersedia dana untuk EOR sebesar USD442 juta sebagai Komitmen Kerja Pasti dari para KKKS yang mendapat perpanjangan kontrak dari Pemerintah Indonesia,” ungkap Arif.

Sementara itu, PD&T/GR&T Division Petronas Budi P. Kantaatmadja menyampaikan implementasi EOR di Petronas Malaysia seperti yang dilakukan di Lapangan Dulang dan Tapis. Petronas memulai kegiatan EOR sejak 2000 dengan mengidentifikasi satu miliar barel potensi EOR.

Menurut Budi, ada dua lapangan yang sudah menerapkan secara full field berupa gas injection dari total 11 kegiatan EOR dari berbagai tahapan. Tantangan yang dihadapi Malaysia adalah periode kontrak PSC yang akan berakhir, persepsi mahalnya biaya EOR, sampai kepada revisi prosedur dan guidelines EOR serta R&D teknologi.

“Petronas terus meng-encourage para operator di Malaysia untuk mengembangkan peluang-peluang EOR di lapangan-lapangan migas di Malaysia,” kata Budi.

Agus Masduki dari Pertamina Hulu Rokan menekankan pentingnya penentuan formula chemical untuk CEOR yang selama ini dinilai berbiaya sangat mahal. Namun jika sudah mendapatkan jenis chemical yang tepat, baru bisa dilakukan fabrikasi bahan kimia di dekat lapangan operasi EOR.

Dalam hal ini, penerapan ekosistem yang tepat terkait bahan kimia EOR bisa membuat biaya EOR menjadi lebih efisian, seperti yang dilakukan di Tiongkok.

Kontribusi hasil EOR di dunia

Di sisi lain, praktisi Doddy Abdasah menyampaikan kontribusi hasil EOR di dunia adalah lima juta BOPD dari produksi minyak dunia yang sekitar 100 juta BOPD. Artinya kontribusi EOR hanya sebesar lima persen dari total produksi minyak dunia.

“Sukses keberhasilan lapangan Duri melalui penerapan steam flood adalah karena memang Lapangan Duri dikategorikan sebagai Giant Field. Justru Indonesia saat ini yang bisa memberikan tambahan produksi adalah, bagaimana mengaktifkan kembali idle wells yang jumlahnya ribuan,” jelas Doddy.

Oleh karena itu, dengan teknologi yang lebih baik dan pengelolaan oleh perusahaan migas domestik di bawah naungan Aspermigas, sumur-sumur yang selama ini sudah ditutup bisa diaktifkan kembali.
Diharapkan melalui berbagai kebijakan/regulasi Pemerintah dan masukan-masukan strategis dalam event Luncheon Talk ini semangat implementasi kegiatan EOR dan reaktivasi idle wells terus meningkat untuk mengejar target produksi satu juta barel per hari di 2030.

“Aspermigas bersama para anggotanya akan terus mendukung program Pemerintah dalam kegiatan dan investasi minyak dan gas bumi,” kata Elan.

(AHL)

 

Back To Top